Selasa, 29 April 2014

Rangkuman Materi Kelompok 7

LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI
 MASALAH KHUSUS

Masalah Khusus

  1. Laba antar perusahaan (intercompany profits)
  2. Obligasi antar Perusahaan (intercompany bond holdings)
  3. Saham prefferen dan saham biasa anak (subsidiaries with preffered and common stock)
  4. Deviden saham anak (stock deviden by subsidiary)

1.     Laba antar perusahaan (intercompany profits)
Tujuan dan konsep dalam penyajian laporan keuangan yang dikonsolidasi, laba rugi yang timbul sebagai akibat adanya transaksi antar perusahaan (dalam hal perpindahan pengelolaan seperti menjual / membeli barang dan atau jasa) tidak boleh diakui.
Di dalam laporan keungan yang dikonsolidasi, laba ( rugi ) serta kenaikan ( penurunan ) nilai barang, jasa maupun harta tak bergerak yang telah diakui oleh masing - masing pihak harus dihapuskan ( eliminasi ).
Didalam laba antar perusahaan dibagi 2, yaitu :

1)   Laba atas sediaan

2)   Laba atas aktiva yang disusutkan


2.     Obligasi antar Perusahaan (intercompany bond holdings)
Didalam neraca yang di konsolidasikan hutang-piutang antar perusahaan –perusahaan yang berafiliasi akibat terjadinya pemilikan (surat hutang ) obligasi atas transaksi jual beli baik berupa barang-barang dagangan, jasa-jasa maupun fasilitas-fasilitas produksi lainnya, harus dieliminasikan, sehingga hanya obligasi-obligasi yang dimiliki oleh pihak-pihak diluar perusahaan yg berafiliasi dilaporkan sebagai “Hutang Obligasi “.
Masalah obligasi antar perusahaan, metode pencatatannya hanya dibedakan berdasar pada Penjualan oleh Induk dan Penjualan oleh Anak.

3.     Saham prefferen dan saham biasa anak (subsidiaries with preffered and common stock)
1.  Tidak kumulatif dan tidak berpartisipasi (TKTB) : dimana klaim terhadap kekayaan bersih perusahaan sebatas nominalnya.
2.  Kumulatif dan tidak berpartisipasi (KTB) : klaim terhadap kekayaan bersih perusahaan sebatas nominalnya, dan mempunyai hak atas deviden.
3.  Tidak kumulatif dan berpartisipasi penuh (TKB) : dimana hak atas deviden hanya apabila perusahaan mengalami laba saja.
4.  Kumulatif dan berpartisipasi penuh (KB) : mencakup hak atas kekayaan bersih dan laba.

4.     Deviden saham anak (stock deviden by subsidiary)
Apabila saham bonus dibagikan oleh perusahaan anak, maka pada perusahaan anak terjadi perubahan posisi modalnya, namun dilihat dari perusahaan induk dan para pemegang saham lainnya pembagian bonus saham ini tidak mempengaruhi proporsi pemilikannya, kecuali terhadap adanya tambahan jumlah lembar saham yang dimilikinya.






Senin, 28 April 2014

Tugas Analisis Laporan Keuangan

Analisa Rasio Laporan Keuangan: Perhitungan Rentabilitas, Solvabilitas dan Likuiditas Pada PT. Telekomunikasi, Tbk

Analisa rasio keuangan adalah analisis yang menghubungkan perkiraan neraca dan laporan laba rugi terhadap satu dengan yang lainnya, yang memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan serta penilaian terhadap suatu perusahaan tertentu. Analisis rasio keuangan memungkinkan manajer keuangan meramalkan reaksi para calon investor dan kreditur dapat ditempuh untuk memperoleh dana.
Perhitungan Rasio Rentabilitas, Solvabilitas, dan Likuiditas :
1. Laporan Neraca Konsolidasian PT. Telekomunikasi Tbk. Dan Anak Perusahaan.





1.    Laporan Laba Rugi PT Telekomunikasi Tbk.



Perhitungan Analisis Rasio Rentabilitas
Rentabilitas ekonomi merupakan perbandingan laba sebelum pajak terhadap total aset. Dapat diartikan bahwa ratio rentabilitas mengidentikasikan seberapa besar kemampuan aset  perusahaan untuk menghasilkan pendapatan.
Rumus:
=    Laba Bersih Sebelum Pajak
                Total Aktiva
Tahun 2009            Rp22.447.021       =  0.229486415 / 0.23
                                Rp97.814.160
Tahun 2010            Rp21.416.351       = 0.214682081 / 0.21
                                Rp99.758.447  

Rendahnya rentabilitas tergantung pada :
Operating Profit Margin
Menggambarkan apa yang biasanya disebut pure profit yang diterima atas setiap Rp dari penjualan yang dilakukan.
Rumus:    
= Laba bersih sebelum pajak
           Penjualan

Tahun 2009        Rp22.447.021      =  0.331676185 / 0.33   = 33%
                            Rp67.677.518

Tahun 2010        Rp21.416.351      =  0.312058962 / 0.31   = 31%
                            Rp68.629.181   

Asset Turnover
Rasio yang biasanya digunakan untuk mengukur aset perusahaan untuk memperoleh pendapatan, makin cepat aset perusahaan berputar makin besar pendapatan perusahaan tersebut.
Rumus :
=   Penjualan          
   Total Aktiva

Tahun 2009               Rp67.677.518   =  0,6918989847686674 / 0.70   = 7%
                                   Rp97.814.160
Tahun 2010               Rp68.629.181   =  0,6879535825171777 / 0.69  = 69%
                                   Rp99.758.447  
                                                       
Perhitungan Analisis Ratio Solvabilitas
Menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial baik jangka waktu pendek atau panjang apabila sekiranya perusahaan dilikuidasi.

Rasio solvabilitas terdiri dari:
Ratio Hutang Modal (Debt to Equity Ratio atau Ratio Leverage)
Menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang pada pihak luar dan digunakan untuk mengukur hingga sejuah mana perusahaan dibiayai oleh hutang.
Rumus:
= Total Hutang
   Total Modal

Tahun 2009            Rp48.228.553      = 1.24775506 / 1.25 = 125%
                                Rp38.652.260    
Tahun 2010            Rp43.343.664      =  0.975796748 /0.97
                                Rp44.418.742     
Analisis
Pada tahun 2009, ratio hutang modal sebesar 125% yang diperoleh dari perbandingan total hutang sebesar Rp48.228.553  dengan penjualan sebesar Rp38.652.260 . Ini berarti perusahaan baru bisa menutupi hutang sebesar Rp 1.25.
Pada tahun 2010 terjadi penurunan dari 125% pada tahun 2009 menjadi sebesar 97% pada tahun 2010 yang diperoleh dari perbandingan total hutang sebesar Rp43.343.664 dengan penjualan sebesar Rp44.418.742. Ini berarti perusahaan baru bisa menutupi hutang sebesar Rp0.97.

Debt Ratio 
Menunjukan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva
Rumus:
Total Hutang
Total Aktiva
Tahun 2009           Rp48.228.553     = 0.4930631 / 0.5          =  5%
                               Rp97.814.160
Tahun 2010           Rp43.343.664     = 0.434486154 / 0.43     =  43%
                               Rp99.758.447
Analisis
Dikarenakan Debt Ratio yang digambarkan oleh PT.Telkom semakin kecil,maka hutang yang dimiliki perusahaan pun semakin kecil dan ini berisiko finansial bahwa Pt Telkom. Tbk mengembalikan pinjaman yang semakin kecil pula.
Times Interest Earned / Coverage Ratio (Rasio Penutupan)
Rasio yang mencerminkan besarnya jaminan keuangan untuk membayar bunga hutang jangka panjang.
Rumus;
Laba Bersih Sebelum Bunga dan Pajak
                 Beban Bunga
Tahun 2009      Rp22.447.021   = 10.70956899 / 10.70    = 1070%
                         Rp  2.095.978
Tahun 2010      Rp21.416.351   = 11.10786422 / 11.11    = 1111%
                         Rp  1.928.035
Analisis
Pada tahun 2009 ratio coverage PT Telkom Tbk yakni sebesar 1070% yang diperoleh dari perbandingan laba bersih sebelum bunga dan pajak sebesar Rp22.447.021 dengan beban bunga sebesar Rp2.095.978.
Pada tahun 2010 ratio coverage PT Telkom mengalami kenaikan dari 1070%  pada tahun 2009 menjadi 1111% pada tahun 2010 yang diperoleh dari perbandingan dari laba bersih sebelum bunga dan pajak sebesar Rp21.416.351 dengan beban bunga sebesar Rp1.928.035.

Perhitungan Analisis Ratio Likuiditas
Menunjukan besarnya kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo.

Current Ratio
Rumus:
 Aktiva Lancar 
 Hutang Lancar
Tahun 2009         Rp16.186.024    X 100%   = 0.601864751
                             Rp26.893.125
                                                                       = 60.18% / 60.2%
Tahun 2010         Rp18.730.627    X 100%   = 0.914898662
                             Rp20.472.898
                                                                       = 91%
Analisis
Pada tahun 2009, current ratio PT Telkom Tbk 60.2% yang diperoleh dengan perbandingan akyiva lancar sebesar Rp16.186.024 dengan hutang lancar sebesar Rp26.893.125. Hal ini berarti setiap Rp 1,- , hutang lancar tidak dapat dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0.602.
Pada tahun 2010, current ratio perusahaan mengalami kenaikan dari 60.2% pada tahun 2009 menjadi 91% pada tahun 2010 yang diperoleh dari perbandingan aktiva lancar sebesar Rp18.730.627 dengan hutang lancar Rp20.472.898. Ini berarti setiap Rp1 , hutang lancar belom dapat dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0.91.

Quick Ratio
Digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban finansialnya atas aktiva paling liquid.
Rumus:
Aktiva Lancar - Persediaan      X 100%
       Hutang Lancar
Tahun 2009           Rp16.186.024 - Rp128.025       X 100%      = Rp16.057.999   X 100%
                                     Rp26.893.125                                           Rp26.893.125
                                                                                                    = 0.597104241
                                                                                                    = 59.7% / 60%
Tahun 2010           Rp18.730.627 - Rp90.140         X 100%      = Rp18.640.487   X 100%
                                        Rp20.472.898                                        Rp20.472.898
                                                                                                    = 0.910495768
                                                                                                    = 91%
Analisis
Pada tahun 2009, quick ratio Pt Telkom Tbk 60% yang diperoleh dengan perbandingan quick asset sebesar Rp16.057.999 dengan hutang lancar Rp26.893.125. Hal ini berarti setiap Rp1, hutang lancar belom bisa dijamin oleh quick asset sebesar Rp0.6.
Pada tahun 2010, quick ratio mengalami kenaikan dari 60% pada tahun 2009 menjadi 91% pada tahun 2010 yang diperoleh dengan perbandingan quick asset sebesar Rp18.640.487 dengan hutang lancar Rp20.472.898. Ini berarti setiap Rp1, hutang lancar belom bisa dijamin quick asset sebesar Rp0.91.

Cash Ratio
Digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban finansial kas dan bank.
Rumus:
Kas(Bank)             X 100%
Hutang Lancar
Tahun 2009       Rp 7.805.460     X 100%     = 0.290239977
                           Rp26.893.125                      = 29%
Tahun 2010      Rp 9.119.849      X 100%     = 0.445459602
                          Rp20.472.898                       = 44.5%
Analisis
Pada tahun 2009, cash ratio PT Telkom Tbk sebesar 29% yang diperoleh dari perbandingan kas(bank) sebesar Rp7.805.460 dengan hutang lancar sebesar Rp26.893.125. Hal ini berarti setiap Rp1 hutang lancar dapat dijamin oleh cash asset sebesar Rp0.29.
Pada tahun 2010, cash ratio Pt Telkom Tbk mengalami kenaikan dari 29% pada tahun 2009 menjadi 44.5% pada tahun 2010, dengan perbandingan kas(bank) sebesar Rp9.119.849 dengan hutang lancar sebesar Rp20.472.898. Ini berarti setiap Rp1, hutang lancar dapat dijamin oleh cash asset sebesar Rp0.445.



Sumber : www.telkom.co.id

Senin, 21 April 2014

Mengatasi Fraud Dalam Laporan Keuangan

Fraud (Kecurangan) adalah sebuah istilah umum dan luas, serta mencakup semua bentuk kelicikan/tipu daya  manusia, yang dipaksakan oleh satu orang, untuk mendapatkan keuntungan lebih dari yang lain dengan memberikan keterangan-keterangan palsu dan telah dimanipulasi.

Kecurangan dan Jenis Kecurangan
Untuk lebih berhasilnya peran auditor dalam pencegahan dan pendeteksian adanya kecurangan, sebaiknya internal auditor perlu memahami kecurangan dan jenis-jenis kecurangan yang mungkin terjadi dalam perusahaan. G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendefinisikan kecurangan “ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu :
1.    Tindakan/the act
2.    Penyembunyian/the concealment
3.    Konversi/the conversion
Misalnya pencurian atas harta persediaan adalah tindakan, kemudian pelaku akan menyembunyikan kecurangan tersebut misalnya dengan membuat bukti transaksi pengeluaran fiktif. Selanjutnya setelah perbuatan pencurian dan penyembunyian dilakukan, pelaku akan melakukan konversi dengan cara memakai sendiri atau menjual persediaan tersebut. Pada dasarnya terdapat dua tipe kecurangan, yaitu eksternal dan internal. Kecurangan eksternal adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha; wajib pajak terhadap pemerintah. Kecurangan internal adalah tindakan tidak legal dari karyawan, manajer dan eksekutif terhadap perusahaan tempat ia bekerja.
Berkaitan dengan itu Association of Certified Fraud Examinations (ACFE-2000), salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut:
a.     Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.
b.     Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation)
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).
c.      Korupsi (Corruption)
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

Pencegahan Kecurangan
Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam pencegahan kecuarangan adalah berupaya untuk menghilangkan atau mengeleminir sebab- sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena pencegahan terhadap akan terjadinya suatu perbuatan curang akan lebih mudah daripada mengatasi bila telah terjadi kecurangan tersebut.
Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas apa bila :
1.    Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan tidak efektif.
2.    Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka.
3.    Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan kecurangan.
4.    Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efisien dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
5.    Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan.
6.    Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi kecurangan.
Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai 3 ( tiga ) tujuan pokok yaitu: keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum & peraturan yang berlaku.
Untuk hal tersebut, kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah antara lain dengan cara –cara berikut :
1)    Membangun struktur pengendalian intern yang baik
Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin berat. Agar tujuan yang telah ditetapkan top manajemen dapat dicapai, keamanan harta perusahaan terjamin dan kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen perlu mengadakan struktur pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan.
2)   Mengefektifkan aktivitas pengendalian
1.   Review Kinerja
Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja priode sebelumnya, menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi atau keuangan satu sama lain, bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan penyelidikan dan perbaikan dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas seseorang manajer kredit atas laporan cabang perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman.
2.    Pengolahan informasi
Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokan luas aktivitas pengendalian sistem informasi adalah pengendalian umum ( general control ) dan pengendalian aplikasi ( application control). Pengendalian umum biasanya mencakup pengendalian atas operasi pusat data, pemerosesan dan pemeliharaan perangkat lunak sistem, keamanan akses, pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi. Pengendalian ini berlaku untuk maiframe, minicomputer dan lingkungan pemakai akhir (end-user ). Pengendalian ini membantu menetapkan bahwa transaksi adalah sah, diotorisasi semestinya, dan diolah secara lengkap dan akurat.
3.    Pengendalian fisik
Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik aktiva, penjagaan yang memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari akses terhadap aktiva dan catatan; otorisasi untuk akses ke program komputer dan data files; dan perhitungan secara periodik dan pembandingan dengan jumlah yang tercantum dalam catatan pengendali.
4.    Pemisahan tugas

Pembebanan tanggungjawab ke orang yang berbeda untuk memberikan otorisasi, pencatatan transaksi, menyelenggarakan penyimpanan aktiva ditujukan untuk mengurangi kesempatan bagi seseorang dalam posisi baik untuk berbuat kecurangan dan sekaligus menyembunyikan kekeliruan dan ketidakberesan dalam menjalankan tugasnya dalam keadaan normal.

3)   Meningkatkan kultur organisasi

Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saling terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasikan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
4)   Mengefektifkan fungsi  internal audit

Walaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan saksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saran-saran yang bermafaat kepada manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan.

Pendeteksian Kecurangan
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, resiko yang dihadapi perusahaan diantaranya adalah Integrity risk, yaitu resiko adanya kecurangan oleh manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindak penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik / reputasi perusahaan di dunia usaha, atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Adanya resiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk menyusun tindakan pencegahan / prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya.
Namun pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan.
Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan bukti-bukti tidak sifatnya langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya perubahan gaya hidup atau perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan ataupun kecurigaan dari rekan sekerja. Pada awalnya, kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan kondisi / keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakterikstik yang bersifat kondisi / situasi tertentu, perilaku / kondisi seseorang personal tersebut dinamakan Red flag (Fraud indicators).
Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan yang terjadi.
Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap Red flag tersebut dapat membantu langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan. Berikut adalah gambaran secara garis besar pendeteksian kecurangan berdasar penggolongan kecurangan oleh ACFE tersebut di atas.
1.    Kecurangan  Laporan  Keuangan  (Financial  Statement  Fraud)
Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut:
·      analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau Laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam persentase. Sebagai contoh, adanya kenaikan persentase hutang niaga dengan total hutang dari rata-rata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya penurunan persentase biaya penjualan dengan total penjualan dari 20% menjadi 17% mungkin dapat menjadi satu dasar adanya pemeriksaan kecurangan.
·       analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentase-persentase perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode laporan. Sebagai contoh adanya kenaikan penjualan sebesar 80% sedangkan harga pokok mengalami kenaikan 140%. Dengan asumsi tidak ada perubahan lainnya dalam unsur-unsur penjualan dan pembelian, maka hal ini dapat menimbulkan sangkaan adanya pembelian fiktif, penggelapan, atau transaksi illegal lainnya.
·      analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Sebagai contoh adalah current ratio, adanya penggelapan uang atau pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut.
2.    Asset Misappropriation (Penyalahgunaan aset)
Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat banyak variasinya. Namun, pemahaman yang tepat atas pengendalian intern yang baik dalam pos-pos tersebut akan sangat membantu dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan.
Dengan demikian, terdapat banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda.
Misalnya, untuk mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut akan sangat efektif bila digunakan secara kombinasi gabungan, setiap metode deteksi akan menunjukkan anomalies / gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu, metode-metode tersebut akan menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam pengendalian intern dan mengingatkan / memberi peringatan pada auditor akan adanya potensi terjadinya kecurangan di masa mendatang.
3.    Corruption (Korupsi)
Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik (Red flag) si penerima maupun si pemberi.
Kesimpulan
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan senantiasa menghadapi berbagai resiko yang dinamakan resiko bisnis (bussiness risk). Termasuk diantaranya adalah resiko terjadinya kecurangan (fraud) yang tergolong dalam resiko integritas (Integrity Risk). Menurut ACFE, kecurangan yang terjadi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori kecurangan, kecurangan laporan keuangan (Financial Statement Fraud), penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation), dan korupsi (Corruption).
Tanda-tanda awal (symptoms) biasanya muncul dalam kasus kecurangan, walau demikian munculnya symptoms tersebut belum berarti telah terjadi kecurangan. Symptoms ini dikenal dengan nama Red flag, yang seyogyanya dipahami dan digunakan oleh internal auditor dalam melakukan analisis dan evaluasi lebih lanjut untuk mendeteksi adanya kecurangan yang mungkin timbul sebelum dialakuakan investigasi.
Setelah memahami jenis-jenis kecurangan, internal auditor perlu memahami secara tepat struktur pengendalian intern yang baik agar dapat melakukan upaya-upaya untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan. Menurut COSO, struktur pengendalian intern terdiri atas lima komponen, yaitu Lingkungan Pengendalian (Control Environment), Penaksiran Risiko (Risk Assessment), Standar Pengedalian (Control Activities), Informasi Dan Komunikasi (Information And Communication), serta Pemantauan (Monitoring).
Jika struktur internal control sudah ditempatkan dan berjalan dengan baik, peluang adanya kecurangan yang tak terdeteksi akan banyak berkurang. Pemeriksa kecurangan harus mengenal dan memahami dengan baik setiap elemen dalam struktur pengendalian intern agar dapat melakukan evaluasi dan mencari kelemahannya.